Kamis, 14 Juli 2011

Kamis, 07 Juli 2011

Profil Program Studi Agroteknologi

Program Studi Agroteknologi Jenjang S1 
Visi
Menjadi penyelenggara pendidikan tinggi berkualitas dalam mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan yang berorientasi pada pertanian industrial dan pengembangan informatika yang berkebudayaan.
Misi
1. Mempersiapkan ketersediaan tenaga ahli di bidang agroteknologi yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan stakeholders.
2. Menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang agroteknologi yang dikelola secara profesional.
3. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang relevan dengan pengembangan sistem pertanian berkelanjutan yang berorientasi pada pertanian industrial dan pengembangan informatika yang berkebudayaan.
Tujuan
1. Menghasilkan lulusan yang berkualitas, berdayasaing, memiliki integritas kepribadian yang tinggi, terbuka, tanggap terhadap perubahan dan kemajuan bidang ilmu pertanian, mempunyai kepedulian terhadap permasalahan pertanian di masyarakat dan bersikap serta berperilaku sesuai dengan tatanan berkehidupan bermasyarakat.
2. Mewujudkan sistem manajemen penyelenggaraan pendidikan yang profesional dan berkualitas.
3. Mewujudkan terlaksananya pengembangan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang relevan dengan sistem pertanian berkelanjutan dan menghasilkan temuan yang inovatif dan produktif.
Kompetensi Lulusan
1. Kompetensi Utama
o Memiliki kemampuan menerapkan IPTEKS di bidang budidaya tanaman/sistem produksi tanaman berdasarkan prinsip pertanian berkelanjutan baik secara modern maupun yang mengangkat kearifan lokal.
o Memiliki kemampuan mengevaluasi dan menilai proses produksi tanaman dan pascapanen.
o Memiliki kemampuan bekerja sama dalam tim yang bersifat multidisiplin.
o Mempunyai keberanian memulai, melaksanakan, dan mengembangkan usaha inovatif bidang produksi tanaman.
o Mempunyai kemampuan berinovasi dalam menerapkan IPTEKS dibidang budidaya tanaman ke dalam praktek bisnis.
o Memiliki kemampuan menerapkan etika bisnis pertanian yang berwawasan lingkungan.
o Memiliki kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan merumuskan masalah secara tepat mengenai sistem budidaya pertanian yang berkelanjutan.
o Mempunyai kemampuan merancang dan melaksanakan penelitian serta menginterpretasikan data secara profesional.
o Mempunyai kemampuan belajar sepanjang hayat.
o Kemampuan berfikir analitis dan sintesis dengan memperhitungkan dampak penyelesaian masalah di lingkup global dalam berkehidupan bermasyarakat.
2. Kompetensi Pendukung
o Kemampuan menjalin kerja sama dan berkomunikasi secara efektif.
o Kemampuan merekomendasi penyelesaian masalah secara tepat dalam sistem budidaya pertanian yang berkelanjutan.
o Kemampuan sebagai fasilitator, motivator dan mediator secara sistematik dan efektif.
3. Kompetensi lainnya Kemampuan mengembangkan potensi diri yang mendukung kecakapan hidup (life-skill).
KONSOLIDASI MAHASISWA AGROTEKNOLOGI/AGROEKOTEKNOLOGI
Menurunnya peminat masyarakat terhadap pendidikan di dunia pertanian menjadi salah satu penyebab dicetuskannya program studi baru di Fakultas Pertanian yakni Agroekoteknologi/Agroteknologi. Melalui pembentukan program studi baru ini, diharapkan akan mampu menjawab masalah pertanian Indonesia dengan menggabungkan teknologi, komunikasi, inovasi dan idea.
Di Universitas Brawijaya (UB), pendirian program studi baru ini telah dimulai sejak tahun 2008 dan terbukti mampu meningkatkan peminat. Sejalan dengan hal tersebut, mahasiswa program studi baru ini dari seluruh Indonesia berkonsolidasi guna membahas pembentukan suatu organisasi yang merupakan perhimpunan mahasiswa Agroteknologi/Agroekoteknologi. Konsolidasi yang kali ini diselenggarakan di Gedung PPI UB pada 13 Juli 2010 itu merupakan tindak lanjut dari Pertemuan Nasional Mahasiswa Agroteknologi/Agroekoteknologi Indonesia di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 4 Februari 2010 silam.Disampaikan salah seorang panitia, Firda Puji Utami, melalui konsolidasi tersebut, para mahasiswa ini bermaksud untuk saling berkoordinasi, menjalin silaturrahim serta membangun pola pikir mahasiswa yang kritis, dinamis dan dialektis.
Sebanyak 100 delegasi hadir dalam kesempatan tersebut, yang merupakan perwakilan UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Bengkulu, Istiper Yogyakarta, UNS, Universitas Udayana, Universitas Sriwijaya, Universitas Andalas, UMM, Universitas Muhammadiyah Gresik, Universitas Mercubuana Yogyakarta, Universitas Muria Kudus, Universitas Lampung, Universitas Tadulako, UPN Surabaya, Universitas Jenderal Soedirman dan Universitas Padjadjaran.
Hadir sebagai pemateri adalah Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS dan Pembantu Dekan I FP-UB Dr. Didiek Suprayogo. Dalam paparannya, Didiek Suprayogo menyitir pidato Mendiknas saat pelantikan Rektor UB yang menyatakan bahwa banyak pemikir pembangunan saat ini sarat dengan kepentingan partai politik. Mahasiswa sebagai aktor intelektual yang masih memegang tinggi idealisme diharapkannya dapat bersih dari hal-hal tersebut sehingga mampu melakukan transformasi kepada masyarakat melalui nilai dan idealisme yang dimilikinya.
"Yang membedakan antara sarjana pertanian dengan petani adalah ilmu dan keahliannya yang mampu melahirkan inovasi. Kalian tidak perlu sangat ahli dalam mencangkul karena kalau kalian sama dengan petani maka kalian tidak akan dibutuhkan lagi oleh petani", terangnya memotivasi mahasiswa. Hal ini menurutnya penting, karena dengan jumlah penduduk hingga 230 juta, maka Indonesia sendiri merupakan pasar yang sangat potensial bagi pertanian domestik.
"Agroekoteknologi dapat memberikan inovasi teknologi menuju pertanian berkelanjutan dan menghadapi pasar yang sangat dinamis", kata dia. Berkaitan dengan teknologi, Prof. Suntoro mengangkat mengenai teknologi yang berpihak pada keunggulan lokal seperti subak di Bali. Hal ini dikarenakan dalam era kompetisi semakin dituntut identitas dan keunggulan yang spesifik lokal agar dapat terus bertahan.

Sabtu, 02 Juli 2011

Green and Clean

Green n clean merupakan salah satu program yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global. untuk mengetahui lebih jelasnya apa itu pemanasan global atau efek rumah kaca dan bagaimana solusi terhadap masalah ini, berikut makalah yang menjelaskan tentang isu pemanasan global. semoga bermanfaat.

MAKALAH
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP

Efek Gas Rumah Kaca

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2011


I.  PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

 Sadarkah kita bahwa beberapa tahun ini semakin banyak bencana alam yang terjadi dan fenomena-fenomena alam yang kacau? Mulai dari banjir, puting beliung, semburan gas, hingga curah hujan yang tidak menentu dari tahun ke tahun. Sadarilah bahwa semua ini adalah tanda-tanda alam yang menunjukkan bahwa planet kita tercinta ini sedang mengalami proses kerusakan yang menuju pada kehancuran! Hal ini terkait langsung dengan isu global yang belakangan ini makin marak dibicarakan oleh masyarakat dunia yaitu Perubahan Iklim dan Pemanasan Global. Apakah pemanasan global dan perubahan iklim itu?

Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?. Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi.

Dari uraian di atas banyak kerugian yang di timbulakn dari efek rumah kaca. Dari kerugian-kerugian tersebut di atas timbul pertanyaan bagaimanakah mengurangi kerugian-kerugian yang di timbulkan oleh gas rumah kaca? Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak emisi gas rumah kaca? Serta solusi apa yang dapat kita lakukan? Untuk itu marilah kita membuka lembaran-demi lembaran dari makalah ini.

1.2 Tujuan dan kegunaan

Tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui apa itu gas rumah kaca, efek apa yang di timbulkan, bagaimana hubungannya dengan pemanasan global dan apa solusi jitu untuk mengurangi efek dari gas rumah kaca. Kegunaannya agar para pembaca mengetahui kondisi bumi yang sedang mengalami perubahan iklim dari efek rumah kaca.


II. PEMBAHSAN

2.1 Gas rumah kaca

Pengertian gas rumah kaca atau efek rumah kaca, Istilah efek rumah kaca dalam bahasa inggris disebut dengan green house effect ini dulu berasal dari pengalaman para petani yang tinggal di daerah beriklim sedang yang memanfaatkan rumah kaca untuk menanam sayur mayur dan juga bunga bungaan. Mengapa para petani menanam sayuran di dalam rumah kaca ? Karena di dalam rumah kaca suhunya lebih tinggi dari pada di luar rumah kaca. Suhu di dalam rumah kaca bisa lebih tinggi dari pada di luar, karena Cahaya matahari yang menembus kaca akan dipantulkan kembali oleh benda benda di dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar infra merah, tapi gelombang panas tersebut terperangkap di dalam ruangan rumah kaca dan tidak bercampur dengan udara dingin di luar ruangan rumah kaca tersebut. itulah gambaran sederhana mengenai terjadinya efek rumah kaca atau disingkat dengan ERL.

Kemudian dari pengalaman para petani di atas dikaitkan dengan apa yang terjadi pada bumi dan atmosfir. Lapisan atmosfir yang terdiri dari, berturut-turut : troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer: Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek rumah kaca atau ERK. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah. Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang antara lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik. Terjadilah Efek Rumah Kaca. Gas yang menyerap sinar inframerah disebut Gas Rumah Kaca disingkat dengan GRK.
Seandainya tidak ada ERK, suhu rata-rata bumi akan sekitar minus 180 derajat C — terlalu dingin untuk kehidupan manusia. Dengan adanya ERK, suhu rata-rata bumi 330 derajat C lebih tinggi, yaitu 150 derajat C. jadi dengan adanya efek rumah kaca menjadikan suhu bumi layak untuk kehidupan manusia.
Namun, ketika pancaran kembali sinar inframerah terperangkap oleh CO2 dan gas lainnya, maka sinar inframerah akan kembali memantul ke bumi dan suhu bumi menjadi naik. Dibandingkan dengan pada tahun 50-an misalnya, saat ini suhu bumi telah naik sekitar 0,20 derajat C lebih.

Hal tersebut bisa terjadi karena berubahnya komposisi GRK (gas rumah kaca), yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan, GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida. hal tersebut di atas juga merupakan salah satu penyebab pemanasan global yang terjadi saat ini.

2.2 Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.
Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir terhadap Kondisi Lingkungan Bio-geofisik dan Sosial-Ekonomi Masyarakat.

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.

Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi.

Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.

  1. Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
  2. Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
  3. Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ‘buram’ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.
  4. Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
  5. Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang.

2.3 Solusi Dan Upaya Untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Upaya dalam rangka penurunan emisi gas rumah kaca. Beberapa upaya yang dapat kita lakukan :

  1. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sangatlah sulit, apalagi di kota-kota besar. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat. kendaraan tersebut harus hemat BBM dan BBM tersebut hendaknya yang ramah lingkungan. Selain itu kurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk jarak dekat. Alternatif kendaraan untuk jarak dekat diantaranya adalah jalan kaki atau bersepeda.
  2. Gunakan transportasi umum. Tidak mudah untuk menggunakan transportasi umum kecuali bagi yang terbiasa. Penggunaan transportasi umum sangat membantu untuk mengurangi gas emisi rumah kaca. Namun demikian perawatan kendaraan umum juga sangat besar pengaruhnya. Karena itu perlu diusulkan kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem transportasi umum sehingga menjadi lebih baik.
  3. Menghentikan penebangan hutan. Penebangan hutan hingga saat ini masih menjadi isu yang menarik perhatian. Rata-rata setiap hari lebih negara dirugikan lebih dari 1 milyar rupiah setiap harinya akibat penebangan hutan yang liar (illegal loging). Padahal hutan sangat bermanfaat untuk menyerap CO2. Karena itu perlu didukung penanaman jenis-jenis tanaman yang mampu menyerap karbon.
  4. Mencegah kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia sangat besar dampaknya. Hal ini dikarenakan kebutuhan untuk mendapatkan lahan yang lebih luas. Akibat dari kebakaran hutan maka luasan daerah yang mampu menyerap karbon akan berkurang. Dampak yang lebih parah adalah semakin meluasnya wilayah-wilayah yang potensial menjadi daerah gurun.
  5. Mengurangi sampah rumah tangga dan industri. Tindakan ini memang tidak mudah dilakukan. Sosialisasi mengenai program ini sudah berlangsung puluhan tahun namun nampaknya masih jauh dari harapan. Sampah yang semakin banyak dan tidak didaur ulang akan dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dimana TPA memiliki banyak kandungan methan yang tinggi.
  6. Lakukan hemat energi. Melakukan hemat energi misalnya dengan mengurangi penggunaan lampu yang tidak diperlukan, pemakaian televisi yang terus menerus agak dikurangi dll. Hemat energi akan juga menghemat penggunaan batubara di PLTU.
  7. Kurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang meningkatkan efek rumah kaca. Mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia seperti CFC untuk AC dan penggunaan bahan kimia lainnya juga diharapkan akan mengurangi efek rumah kaca.
  8. Kembangkan energi alternative. Mengembangkan energi alternatif sangat penting. Energi yang berasal dari angin, sinar matahari, air dll sebenarnya sangat potensial digunakan di Indonesia. Karena itu hendaknya dari aspek kebijakan nasional energi perlu didorong pengembangan energi alternatif ini. Masih banyak cara-cara lain yang ditempuh untuk mengurangi efek rumah kaca seperti, kebijakan penggunaan bensin, pengurangan daerah-daerah tandus dll. Cara-cara yang sederhana hingga yang rumit harus dilakukan namun dengan cara simultan dari mulai perencanaan hingga evaluasi terhadap seluruh kebijakan lingkungan hidup di Indonesia. Tindakan ini dapat dilakukan misalnya penyadaran terhadap kalangan siswa didik melalui pendidikan lingkungan hingga implementasi pada kebijakan nasional mengenai pendidikan lingkungan.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Efek gas rumah kaca sebenarnya merupakan hal yang bermanfaat bagi manusia dan alam. Namun dalam kurun beberapa tahun terakhir jumlah emisi gas rumah kaca yang di hasilkan sangat meningkat sehinnga yang tadinya efek dari gas tumah kaca itu bermanfaat bagi manusia dan alam untuk menghangatkan bumi, beralih fungsi membuat suhu bumi semakin hari semakin meningkat yang membuat terjadinya pemansan global. Iklim bumi berubah, cuaca sukar untuk diprediksi, volume air laut meningkat, mencairnya kutub-kutub es, suhu bumi meningkat dan lain-lain. Namun berbagai masalah di atas dapat kita kurangi dengan solusi-solusi yang antara lain adalah jangan membuang sampah sembarangan, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan slolusi-solusi yang lain yang dapat mengurangi dampak dari efek rumah kaca.

4.2 Saran

Bagi seluruh masyarakat agar menyadari sepenuhnya dampak dari efek gas rumah kaca, untuk itu kami menghimbau agar seluruh masyarakat menjalankan solusi-solusi yang telah tertuliskan pada makalah ini untuk berbuat sekarang juga demi planet kita bumi yang indah dan lestari



DAFTAR PUSTAKA


Ardan sirajudin. 2011. Upaya menurunkan emisi gas rumah kaca.ardansirodjuddin.wordpress.com/2008/07/22/upaya-menurunkan-emisi-gas-rumahkaca/+solusi+untuk+mengurangi+efek+rumah+kaca&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a&source=www.google.co.id di akses pada hari selasa 31 juni 2011

Arif. 2011. Efek gas rumah kaca.http://arif343.wordpress.com/2010/01/13/21/ di akses pada hari selasa 31 juni 2011

Budianto, AI. 2001. Pengaruh Perubahan Iklim Global Terhadap Negara Kepulauan Indonesia, dalam Rajagukguk, E dan Ridwan K, Jakarta.

Irmah.2011.pemanasan globalhttp://irmashofiaty.wordpress.com/2010/02/14/efek-umpan-balik/ di akses pada hari selasa 31 juni 2011